Aku memiliki banyak
teman, tapi hanya beberapa saja yang aku anggap sebagai sahabat, sebut saja
namanya Aiko dan Tata. Hampir 4 tahun lamanya kita bersahabat. Kita bertiga memiliki
banyak perbedaan. Tata adalah gadis cantik, kaya, pintar dan mungkin setiap
cowok yang memandang Tata akan jatuh hati padanya. Aiko, dia sosok cowok yang
isa dibilang cukup tampan, kaya, dan didukung lagi dengan kecerdasan yang
menambah nilai plus dimata semua orang, sedangkan aku, aku hanya gadis
sederhana, yang penuh kekurangan, aku tidak memiliki apa yang dimiliki oleh
Aiko dan Tata, yang aku punya hanya ketulusan.
Diantara Aiko dan Tata,
aku adalah yang paling sederhana, Aiko dan Tata hidup bergelimang harta, apa
yang mereka inginkan akan dengan mudah mereka dapatkan, sedangkan aku, jika aku
menginginkan sesuatu, aku harus menunggu dengan sabar. Terkadang ada rasa iri
yang muncul dalam hati kecilku, akan kehidupan Aiko dan Tata, namun inilah
kehidupan yang telah digariskan oleh
Tuhan untukku, dan aku harus menerima dengan ikhlas.
Aku tak tau, bagaimana
awalnya Aku, Aiko, dan Tata bisa berteman. Semua mengalir begitu saja, hingga
Akhirnya aku menganggap mereka sahabatku. Kita bertiga menjalani hari
bersama-sama, selayaknya sahabat, kita sering jalan bareng, dan makan bareng. Awalnya
tak ada yang salah dalam persahabat kita, semua berjalan dengan lancar, tak ada
pertengkaran, tak ada perselisihan.
Pada awal kita
berteman, terutama aku, aku masih sangat lugu, polos dan banyak gak taunya. Maklumlah,
aku yang berasal daridesa yang sangat pelosok, jadi masih harus banyak belajar
dari orang kota yang katanya pinter. Aku mulai gak nyambung dengan Aiko dan
Tata ketika mereka ngomongin tentang barang ber-merk, aku mana ngerti barang
ber-merk, di desa apalagi desanya masih
plosok banget mana ada yang jual barang-barang ber-merk dengan harga selangit. Tapi
itu smua aku anggap tantangan, agar aku lebih banyak belajar lagi.
Dari hari ke mingggu,
dari minggu ke bulan, dari bulan ke tahun, semua itu terus berlalu tak terasa
persahabatan kita ini sudah menginjak angka empat tahun, selama berteman, kita
seringkali berbeda pendapat, ya itu aku anggap sebagai bumbu penyedap dalam
sebuah persahabatan. Namun, di tahun ke empat persahabatan kita mulai diwarnai
oleh pertengkaran.
Pertengkaran terutama
terjadi antara aku dan Aiko, semua itu dilatar belakangi oleh rasa kecewaku
terhadap Aiko. Dulu, diwaktu Aiko susah, dia selalu datang padaku, dulu ketika
kita masih sering makan bareng, tak jarang Aiko memintaku untuk membayar
makanannya ketika uang yang dimilikinya kurang. Dan aku gak pernah bisa menolak
permintaan Aiko, itu karena dia sahabatku. Walaupun dianatar mereka sebenernya
akulah yang paling sederhana, tapi aku gak akan pelit kalau sama
orang-orang terdekatku.
Dia bilang padaku untuk membayari kekuranganya, dan akan dia
ganti uangnya, namun apa, dia tak pernah mengganti uangku, entah berapa
jumlahnya utangnya padaku, tapi aku tak pernah hiraukan semua itu dan aku bukan
maksusd mengungkit-ungkit yang sudah lalu.
Setiap kali Aiko susah,
dia selalu mencari dan mendatangiku, aku dengan senang hati menerimanya dan
mendengarkan keluh kesahnya, dan akan membantunya semampuku. Tak pernah
sekalipun dia mendatangi Tata saat susah, dia akan lupa padaku datang pada Tata
saat senang.
Sebenernya sudah
seringkali Aiko membuatku kecewa, tapi aku masih bisa menerima. Tapi kali ini
sudah puncaknya aku merasa kecewa, dan kecewaku ini mendekati rasa benci. Puncak
kekecewaanku berawal ketika Aiko terpilih mewakili kampus dalam pertukaran mahasiswa
di London selama 2 minggu. Aku senang waktu mendengar dia terpilih dalam
pertukaran mahasiswa itu, disini yang membuatku adalah mengapa aku tau semua
ini bukan dari dia langsung melainkan dari Tata.
Malam itu Tata bilang
ke aku kalau kemarin siang Aiko bilang di telepon kalau dia terpilih dalam
pertukaran pelajar itu, dan disitu rasa kecewaku muncul, mengapa dia bisa telpon
Tata dan memberitahu kabar gembira itu, tapi tidak memberitahu aku, ya walau
hanya sekedar lewat SMS, sebagai teman aku juga kan ingin merasakan kebahagiaan
yang dirasakan oleh sahabatku. Tapi mengapa dia tidak memberitahuku dan
seolah-olah lupa padaku.
Tapi ya sudahlah,
mungkin dia tidak sempat mengabariku, pikirku waktu itu mencoba menghibur diri
dan berfikir positif. Setelah pulang dari london dalam pertukaran pelajar saat
itu, kemudian dia sering dipercaya untuk mewakili kampus dan berkeliling
indonesia dalam berbegai event seminar internasional. Lagi-lagi dia selalu
memberitahu Tata setiap kali dia di percaya mewakili kampus, namiun tak pernah
sekalipun dia memberitahuku, dan aku tau semua berita tentang Aiko dari Tata. Bukan
hanya Tata sahabatmu, tapi juga ada aku, atu jangan-jangan kamu gak pernha
menganggapku sahabat.
Semua itu membuatku
sakit, sedih dan merasa tidak dianggap, inikah balasan dari semua sikap baikku
selama ini. apakah ini yang dinamakan sahabat?, bukankah dalam bersahabat itu
harus saling terbuka, susah senang bersama, namun kamu, saat susah kamu selalu
datang padaku, dan disaat senang kamu
dengan mudahnya melupakanku.
Aku selalu ada untukmu,
namun disaat aku membutuhkan sosok sahabatt untuk menguatkanku, kamu tak pernah
ada, kamu seakan tak perduli padaku. Aku hanya kamu jadika tempatmu untuk
berkeluh kesah.
Aku bukanya iri pada
Tata, tak ada sedikitpun rasa iri di hatiku. Aku hanya ingin dalam persahabatan
ini dibarengi dengan ketulusan. Bukan hanya aku saja yang tulus mengaggapmu
sahabat. Aku tak pernah tau apakah kamu menganggapmu seorang sahabat, atau
hanya sekedar teman saat kau susah.
Kamu pernah menyebut
Tata sebagai sahabatmu, kau selalu menguatkan Tata saat dia sedih dan susah,
tapi kamu tak pernah sekalipun menyebutku sahabat, dan tak pernah ku dengar kau
menguatkan aku disaat aku terjatuh, bahkan seolah-olah kau tak perduli dengan
semua msalah dan hidupku. Jika memang kau tak pernah menganggapku sahabat,
jangan pernah kamu datang lagi padaku. Biarlah aku menjalani hidup ini sendiri
tanpa sahabat seperimu yang membuat seorang sahabatnya menitikkan air mata,
bukankah seharusnya seorang sahabat akan menjaga air mata sahabatnya agar tidak jatuh,
namun kenyataanya kamu membuat air mataku jatuh.
Aku tak pernah berharap
menjadi penting dalam hidupmu, aku hanya berharap jika kau menggapku sahabat,
jadikanlah aku selayaknya sahabat seperti yang kau lakukan pada Tata, agar kita
bisa merasakan susah senang. Jangan aku kau jadikan teman saat kau susah, dan
Tata kau jadikan temanmu saat kau senang. Itu semua sangat menyakitkan bagiku.